Kamis, 04 Juni 2009
















salah satu hal yang paling saya syukuri dalam hidup ini adalah memiliki
begitu banyak sahabat. Mungkin terkesan amat klise namun ijinkanlah saya
berbagai cerita tentang pengaruh para sahabat saya.

Mereka tidak hanya membuat saya makin baik dari hari ke hari tetapi
senantiasa menyemangati saya ketika saya sedang patah semangat. Tak
terbayangkan apa jadinya hidup ini tanpa mereka. Saat-saat senang, bisa kami
nikmati bersama sehingga kegembiraan itu berlipat ganda nilainya. Begitu pun
saat-saat susah, kami saling berbagi, saling memberi semangat dan saling
mendoakan sehingga beban hidup pun berkurang beratnya.

Sahabat-sahabat saya sangat mempengaruhi pola pikir saya. Sebagian dari
mereka bahkan usianya jauh di atas saya. Itulah yang terkadang membuat
sebagian orang terkadang mencap saya terlalu cepat dewasa.

Bagi saya, itu sah-sah saja. "Lagipula tak ada salahnya kita lebih cepat
dewasa daripada terlambat dewasa," begitu nasihat seorang sahabat saya.

Sahabat-sahabat saya membuat saya lebih bergairah dalam mengarungi hidup
ini. Jelas sekali bagi saya kalau kesuksesan hidup sangat tergantung pada
bantuan dan dukungan orang lain, terutama mereka yang paling dekat dengan
kita (baca: sahabat). Itulah sebabnya pakar hubungan antar manusia, Les
Giblin pernah mengatakan 90 persen kegagagalan dalam kehidupan seseorang
adalah karena gagal dalam membina hubungan baik dengan orang lain. Sebuah
penelitian bahkan mengatakan kalau kesuksesan seorang salesman 85 persen
ditentukan oleh kemampuan berhubungan baik dengan orang lain ( people
knowledge) dan hanya 15 persen ditentukan oleh pengetahuan tentang produk
(product knowledge).

Meski pun hampir semua dari kita menyadari bahwa kita perlu orang lain toh
tetap saja terkadang kita bertingkah sebaliknya. Tampaknya benar bahwa
setiap manusia cenderung egois, lebih tertarik kepada dirinya sendiri
dibandingkan orang lain. Setiap orang ingin merasa dirinya penting, berharga
dan punya nilai. Inilah yang membuat kita terkadang susah membina sebuah
persahabatan. Tidak berlebihan kiranya kalau mentor saya, Pak Andrie Wongso
pernah berpesan, "Salah satu hal yang paling sulit dilakukan adalah merendah
di hadapan orang lain." Ya, kerendahan hati seolah menjadi "barang langka".

Ada sebuah pepatah bijak yang kiranya bisa menjadi acuan bagaimana kita bisa
membina hubungan baik dengan orang lain: Aku pergi keluar mencari sahabat,
tak kutemukan satu pun. Aku pergi keluar untuk menjadi sahabat, kutemukan
sahabat di mana-mana. Ya, cara mencari sahabat adalah dengan menjadi sahabat
terlebih dahulu bagi orang lain. Belajarlah menghargai orang lain dan
memahami sudut pandangnya.

Buatlah orang lain merasa nyaman ketika berada dekat kita. Salah satu cara
yang paling efektif adalah dengan belajar mendengarkan. Mendengarkan tidak
sama dengan mendengar. Mendengar hanya membutuhkan telinga tetapi
mendengarkan membutuhkan telinga, hati dan pikiran. Dale Carnegie bahkan
menegaskan, "Anda bisa memiliki lebih banyak teman dalam waktu 2 minggu
dengan menjadi pendengar yang baik daripada 2 tahun dengan berusaha membuat
orang lain tertarik kepada Anda." Itulah sebabnya Frank Tyger menyatakan
kalau persahabatan sejati terdiri dari telinga yang mau mendengarkan, hati
yang mau memahami dan tangan yang siap menolong. Terkadang saya berpikir,
kalau dalam hidup ini kita mau belajar untuk saling mendengarkan rasanya
jumlah konflik bisa kita minimalisir.

Hal yang juga penting dalam membangun sebuah persahabatan adalah ketulusan.
Berbuat baiklah kepada orang lain semata-mata karena ia adalah manusia.
Bukan karena kita mengharapkan sesuatu darinya.

Ketulusan memang sulit dibuktikan. Ia biasanya hanya akan terlihat seiring
perjalanan waktu. Bahkan kerap terbukti ketika yang bersangkutan telah
tiada.

Ketulusan memang lebih mudah diucapkan dan dituliskan daripada dipraktekkan
sebab ia berasal dari lubuk hati yang paling dalam, yang hanya memberi dan
tak pernah berharap akan mendapatkan balasan. Sesungguhnya, dalam sebuah
hubungan hanya ada 2 aktivitas utama: mengambil atau memberi ( take or
give). Kalau kita senantiasa memberi –apalagi dengan penuh ketulusan- cepat
atau lambat kita akan menerima balasannya meski kita sendiri barangkali
tidak pernah mengharapkannya. Itu hukum mutlak yang sulit dibantah!

Pemberian yang saya maksudkan di sini tidak hanya berupa materi. Kita bisa
memberi waktu, perhatian bahkan senyuman kepada orang lain. Seorang sahabat
malah berujar kalau senyuman adalah lengkungan kecil yang bisa meluruskan
banyak hal. Senyuman bisa seketika mencairkan hubungan yang beku. Lagipula
untuk tersenyum kita hanya memerlukan 14 otot dibandingkan untuk cemberut
yang membutuhkan 72 otot.

Jika ketulusan masih sulit untuk dipraktekkan, coba hayati nasihat dari
seorang Mahaguru Kebenaran, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang
perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." Kalau kita ingin
orang berlaku jujur terhadap kita, hendaklah kita yang mulai berlaku jujur
terhadap mereka.

Selanjutnya, belajarlah menerima perbedaan yang ada. Jangan memaksakan orang
lain menjadi seperti kita. Ingatlah bahwa setiap manusia adalah unik. Dan,
seperti kata Henry Ford, "Sahabat terbaik saya adalah orang yang dapat
membuat saya menjadi yang terbaik". Bukan menjadi seperti dirinya!

Richard Exley pernah menulis sebuah syair indah mengenai persahabatan.
"Sahabat sejati adalah orang yang mendengar dan memahami saat Anda
membagikan perasaan Anda yang terdalam. Dia mendukung pada saat Anda
berjuang; mengoreksi dengan lembut dan penuh kasih pada saat Anda berbuat
salah; serta mengampuni pada saat Anda gagal. Seorang sahabat sejati
mendorong Anda bertumbuh menuju potensi maksimal Anda. Dan yang paling
mencengangkan, dia merayakan keberhasilan Anda seperti keberhasilannya
sendiri," kata Richard.

Ya, kehadiran sahabat akan membuat hidup kita makin bernilai. Terkadang,
tanpa disadari, kita telah memiliki semacam jaringan persahabatan yang kalau
terus-menerus kita bangun jaringan ini akan semakin bertambah luas dan kuat.
Bahkan, bukan tidak mungkin ini akan bisa menjadi sebuah jaringan bisnis
yang kokoh di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar